Sunday, June 7, 2020

Zaman Neolitikum: Pengertian, Ciri, Dan Peninggalannya


Zaman neolitikum atau zaman watu muda ialah salah satu masa yang ada pada zaman batu. Pada kurun ini, teknologi insan telah cukup berkembang dan insan sudah mulai hidup menetap.





Secara biasa , zaman batu dibagi menjadi beberapa kurun yang antara lain yakni









Pada postingan kali ini, kita akan membahas secara lebih lanjut tentang kehidupan insan purba pada zaman neolitikum.






Pengertian Zaman Neolitikum





Zaman neolitikum atau kerap disebut sebagai zaman batu muda adalah masa sejarah dimana manusia telah memiliki teknologi dan kebudayaan yang cukup berkembang.





Pada zaman ini, manusia sudah mampu mengolah dan mengasah kerikil dengan baik, berbagi metode pertanian dan peternakan sederhana, serta mulai hidup menetap.





Selain itu, manusia juga telah mulai menguasai teknik pengolahan tanah liat untuk menciptakan tembikar sebagai alat penyimpanan.





Gaya hidup yang menetap dan acara yang kian beragam ini pun pastinya mengakibatkan pergeseran kebudayaan dimana insan purba semakin dituntut untuk berkerjasama sehingga timbul sistem sosial.





Pada dasarnya, neolitikum ialah zaman watu yang terakhir sebelum manusia masuk ke zaman perundagian adalah zaman besi dan zaman perunggu.





Zaman megalitikum sesungguhnya berada didalam neolitikum ini, yang menerangkan mengenai konsep bangunan-bangunan batu besar yang dibangun oleh manusia purba pada zaman tersebut.





 



Sejarah Zaman Neolitikum





Sejarah zaman neolitikum




Sekitar 12000 tahun yang lalu, pertumbuhan kebudayaan, ilmu wawasan, serta kemampuan insan purba sudah mulai memungkinkan mereka untuk mengolah batu-batuan dengan baik serta hidup menetap.





Fase ini diketahui selaku zaman watu muda yang terjadi setelah zaman batu madya, atau mesolitikum.





Pada ketika ini, manusia sudah mulai hidup menetap dalam daerah tinggal permanen/semi-permanen. Selain itu, insan juga mulai melaksanakan kegiatan bercocok tanam serta peternakan yang sungguh sederhana.





Manusia purba pada zaman ini menanam beberapa flora tertentu seperti keladi, labu air, padi, sukun, pisang, serta ubi rambat.





Karena sudah melaksanakan proses pertanian dan peternakan sederhana, maka kebudayaan insan berganti dari berburu dan meramu untuk mencari makan (Food gathering) menjadi memproduksi masakan (Food producing).





Karena bersifat sedenter atau tidak berpindah-pindah lagi, insan pun berbagi teknologi perumahan yang lebih baik, dengan rumah-rumah permanen yang dibangun untuk melindungi dari ancaman alam.





Selain itu, insan purba juga telah mulai mempertimbangkan mengenai ketahanan pangan dengan cara membangun lumbung pangan untuk menyimpan surplus produksi pangan.





Untuk meregulasi semua hal ini, maka insan purba pada zaman ini telah mengenal metode kasta dan juga sistem tingkatan-tingkatan hierarki.





Terdapat seorang yang dianggap sebagai Primus Interpares atau yang utama dari sesamanya. Umumnya, individu ini adalah kepala suku atau tetua adat dari komunitas tersebut.





Konsep ini pun disokong oleh penduduk yang sudah mengenal spiritualitas dalam bentuk animisme dan juga dinamisme.





Dalam ilmu pertanian, zaman neolitikum ini kerap dianggap sebagai revolusi pertanian pertama, atau revolusi neolitikum dimana pertanian dan peternakan mulai menyebar ke seluruh penjuru dunia.





 



Ciri-Ciri Zaman Neolitikum





Ciri ciri zaman neolitikum




Seperti yang telah dijelaskan diatas, perkembangan teknologi dan budaya pada zaman neolitikum telah jauh lebih maju dari zaman-zaman sebelumnya.





Selain itu, zaman ini mempunyai beberapa ciri khas yang membedakannya dengan kala-abad sebelumnya yang antara lain yaitu





  • Sudah memiliki kawasan tinggal yang bersifat permanen
  • Tidak lagi bergantung kepada meramu dan berburu, tetapi telah mulai memproduksi makanannya sendiri
  • Melakukan kegiatan bercocok tanam dan juga memelihara hewan ternak selaku fasilitas bikinan bahan makanan
  • Masih dilaksanakannya kegiatan berburu binatang liar.
  • Sudah mampu membuat pakaian yang terbuat dari kulit kayu dan juga kulit hewan
  • Sudah mulai terbentuk kasta dan juga tata cara tetua
  • Memiliki iman Animisme dan Dinamisme
  • Peralatan yang digunakan sudah mulai diolah dengan lebih baik mirip dihaluskan dan dipertajam
  • Mulai ditemukan pelengkap-pemanis serta kerajinan dari sampah kerang, bebatuan, serta tanah liat/terakota




Berdasarkan observasi sejarah yang sudah dilaksanakan oleh para ahli sejarah, ciri-ciri diatas dapat digunakan untuk mendeskripsikan contoh kehidupan insan pada zaman neolitikum.





Seperti yang telah kita lihat diatas, kebudayaan dan teknologi insan pada kurun ini telah jauh lebih canggih ketimbang kurun-periode sebelumnya.





 



Kebudayaan Zaman Neolitikum





Pola kehidupan penduduk atau kebudayaan-nya pada zaman neolitikum seperti yang telah kita bahas diatas jauh lebih canggih ketimbang paleolitikum ataupun mesolitikum.





Manusia purba yang hidup pada zaman ini telah mempunyai tempat tinggal yang tetap, sistem pertanian dan peternakan yang sederhana, serta struktur sosial hierarkis yang terperinci.





Selain itu, mereka juga telah bisa menciptakan busana, perhiasan, serta gerabah sebagai alat bantu acara sehari-hari.





Berikut ini yaitu hal-hal yang menjadi bagian dasar dari kebudayaan insan purba pada zaman neolitikum





  • Anyaman
  • Pakaian
  • Gerabah
  • Kapak Persegi
  • Kapak Lonjong
  • Perhiasan
  • Mata Panah
  • Perkapalan
  • Perdagangan
  • Kepercayaan Kuno




Agar kalian lebih paham, dibawah ini akan dijelaskan secara lebih rinci perihal setiap aspek kebudayaan pada abad neolitikum ini





Anyaman





Anyaman




Seperti yang kita pahami, teknik menganyam ialah salah satu teknik dasar untuk membuat alat-alat rumah tangga dan juga peralatan sehari-hari.





Manusia purba pada zaman batu muda ternyata sudah menguasai teknik menganyam sederhana, sehingga mampu menciptakan alat-alat dan perabot anyaman.





Umumnya, insan pada zaman tersebut membuat anyaman dari materi dasar bambu, rumput kering, ataupun kayu rotan.





Teknik menganyam yang dipakai masih sederhana dan mengikuti pola-contoh alam yang biasanya merupakan contoh geometrik. Selain sederhana dan gampang ditiru, pola ini juga relatif kuat dan indah dilihat.





Umumnya, hasil anyaman ini dipakai sebagai wadah penampungan, ataupun perlengkapan rumah tangga mirip meja dan kursi.





 



Pakaian





Pakaian kuno




Manusia purba yang hidup pada zaman neolitikum juga ternyata sudah bisa menguasai teknik pembuatan busana sederhana.





Asumsi ini diperkuat oleh inovasi pada daerah Ampah, Kalumpang, Minanga, dan Sippaka, dimana ditemukan alat pemukul kulit kayu yang diyakini oleh para ahli digunakan untuk mengolah serat dan membuat pakaian.





Pakaian-pakaian sederhana ini dibentuk dari serat dan kulit kayu yang sudah dimasak dengan ditumbuk dan dipisah-pisahkan seratnya.





Menurut para jago dan bukti-bukti sejarah yang tersedia, diyakini bahan dasar yang digunakan untuk membuat busana pada kurun itu yakni serat abaka dari flora sejenis pisang serta rumput doyo.





 



Gerabah





Gerabah




Gerabah ialah salah satu perlengkapan dasar yang sangat menolong dalam kehidupan sehari-hari, baik selaku alat penyimpanan maupun sebagai alat-alat pendukung kegiatan adab.





Menurut para mahir sejarah, insan purba yang hidup pada zaman neolitikum telah menguasai cara pengerjaan gerabah.





Diyakini, bahan dasar yang dipakai yaitu tanah liat yang dicampur dengan pasir dan dimasak. Teknik yang diguankan adalah teknik tangan yang dikombinasikan dengan teknik tatap.





Kombinasi kedua teknik ini menciptakan gerabah yang tebal dan kuat namun relatif berangasan.





Seperti yang telah diterangkan diatas, gerabah ini memiliki berbagai fungsi, baik untuk penyimpanan ataupun untuk etika. Contoh dari gerabah-gerabah ini ialah periuk, cawan, dan piring.





Gerabah pada zaman watu muda ini banyak didapatkan di daerah Kendenglembu, Banyuwangi (Jawa Timur), Kalumpang, dan Minanga, Sippaka, Danau Poso, dan Minahasa.





 



Kapak Persegi





Kapak Persegi




Salah satu alat perkakas sehari-hari yang digunakan oleh insan purba pada zaman neolitikum yaitu kapak persegi.





Sesuai dengan namanya, kapak ini berupa persegi dan yang dibuat dari kerikil yang telah dihaluskan dan diasah semoga mempunyai ujung yang cukup tajam untuk memangkas dan mengiris.





Umumnya, kapak ini dipakai untuk memotong dan mengolah kayu, menggarap tanah, serta melakukan upacara-upacara adat.





Di Indonesia, kapak tersebut juga dikenal dengan beliung persegi yang banyak tersebar di daerah Jawa, Kalimantan Selatan, Sulawesi, serta Nusa Tenggara.





 



Kapak Lonjong





Kapak Lonjong




Kapak lonjong juga merupakan salah satu alat perkakas sehari-hari yang penting bagi manusia purba neolitikum.





Sesuai dengan namanya, kapak ini mempunyai bentuk lonjong dan ukuran yang beraneka ragam. Kapak ini juga terbuat dari batu yang telah diolah dan dihaluskan.





Umumnya, kapak lonjong digunakan sebagai cangkul untuk menggarap tanah pertanian serta untuk memotong kayu dan pohon-pohon besar.





Kapak ini banyak ditemukan di kawasan Maluku, Papua, serta Sulawesi Utara.





 



Perhiasan





Perhiasan neolitikum




Karena telah mulai terbentuk kelas-kelas penduduk dan sistem sosial yang hierarkis, penduduk pada zaman neolitikum juga telah mulai mengenal pemanis.





Perhiasan tersebut antara lain yaitu gelang, kalung, serta anting-anting ornamental.





Bahan dasar suplemen ini bermacam-macam, tetapi yang banyak didapatkan antara lain adalah sampah kerang, kerikil-batuan, kayu, serta tulang belulang.





Di Indonesia, aksesori-perhiasan zaman purba ini dapat kalian temukan dengan gampang di situs-situs arkeologi kawasan Jawa Barat dan juga Jawa Tengah.





 



Mata Panah





Mata Panah




Seperti yang sudah diterangkan diatas, meskipun sudah hidup menetap dan memiliki metode pertanian dan peternakan sederhana, insan purba zaman neolitikum juga masih berburu binatang liar untuk menerima kulit serta dagingnya.





Salah satu perkembangan teknologi pada saat itu yaitu penggunaan mata panah yang tajam dan dapat dengan segera membunuh hewan buruan.





Umumnya, mata panah ini yang dibuat dari batu yang sudah dihaluskan dan diolah sedemikian rupa sehingga mempunyai ujung yang tajam dan permukaan yang halus semoga mampu dengan gampang menembus hewan buruan.





Di Indonesia, artefak mata panah ini banyak ditemukan di tempat Jawa Timur serta Sulawesi Selatan.





 



Perkapalan





Kapal neolitikum




Manusia purba zaman neolitikum juga telah mengenal cara membuat kapal-kapal sederhana yang mereka gunakan untuk mengarungi sungai, danau, dan tempat-tempat pesisir.





Teknik yang dipakai untuk membuat bahtera-perahu tersebut juga masih sungguh sederhana, sehingga perahu yang dibuat pun sangat sederhana.





Bahan yang dipakai antara lain ialah batang pohon meranti, lanang, serta kedondong.





Umumnya, pohon-pohon dan kayu yang digunakan untuk membuat bahtera sebelum ditebang dan diolah harus dihormati dulu dengan menggelar sejenis upacara.





Pembuatan bahtera ini juga dimulai dari bab luar terdahulu lalu dilanjut ke bab dalamnya.





Agar bahtera lebih stabil dan tidak mudah terbalik saat kondisi perairan sedang buruk, maka dipasangkan cadik yang fungsinya sebagai penyeimbang.





Umumnya, perahu-perahu sederhana ini memakai dayung sebagai sistem utama untuk menggerakkan kapal.





Karena kapal yang dibuat masih belum terlalu kokoh dan desainnya sederhana, maka kapal-kapal ini belum bisa untuk mengarungi lautan yang dalam dan terbatas pada kawasan pesisir serta inland sea mirip bahari Mediterania.





 



Perdagangan





Perdagangan dan barter




Pada zaman neolitikum, manusia juga sudah mengenal tata cara jual beli sederhana dengan menggunakan konsep barter atau tukar menukar barang.





Dengan konsep ini, kedua belah pihak mencoba untuk menukar barang yang mereka miliki agar mampu memenuhi keperluan masing-masing.





Nilai dari barang yang ditukar ditentukan oleh kesepakatan kedua belah pihak. Umumnya, barang yang sukar dicari memiliki nilai tukar yang lebih tinggi dari barang-barang yang mudah ditemukan.





Umumnya, barang yang diperdagangkan yaitu hasil hutan, hasil pertanian dan peternakan, hasil kerajinan, pelengkap, hasil bahari, serta ramuan-ramuan tradisional.





Namun, pada kala ini, barter ini bukan dipakai untuk mencari keuntungan, namun untuk bertahan hidup secara subsisten.





 



Kepercayaan Kuno





Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masyarakat pada zaman neolitikum sudah mengenal desain keagamaan dan spiritualitas terhadap ruh nenek moyang serta benda-benda alam.





Konsep ini dikenal selaku animisme dan juga dinamisme dan merupakan iktikad utama dari insan purba yang hidup pada zaman ini.





Pada zaman neolitikum, iman ini telah mulai meningkat dengan adanya penguburan ritualistik bagi anggota penduduk yang meninggal dunia.





Secara lazim, terdapat 2 jenis penguburan yang muncul pada zaman neolitikum yakni





  • Penguburan langsung
  • Penguburan tidak pribadi




Agar kalian lebih paham, akan diterangkan secara lebih rinci perihal kedua teknik penguburan tersebut dibawah ini





Penguburan Langsung





Penguburan Langsung pada masa praaksara




Pada penguburan eksklusif, jenazah dikuburkan sekali eksklusif kedalam tanah atau ditempatkan dalam wadah/peti yang kemudian akan dikubur serta disertai dengan wawancara.





Dalam penguburan eksklusif, terdapat 2 jenis peletakan mayat mayit dalam liang lahat/peti matinya yaitu





  • Membujur
  • Terlipat/Meringkuk




Sebagai penghormatan terhadap roh leluhur dan nenek moyang serta benda-benda alam yang dikeramatkan, maka mayat dibaringkan mengarah terhadap objek-objek tersebut mirip puncak gunung atau pohon besar.





Terkadang, jenazah juga diberikan bekal tertentu untuk merencanakan perjalanan mereka ke dunia ruh. Bekal ini lazimnya berbentukmanik-manik, pelengkap, dan terkadang unggas serta anjing.





Di Indonesia, teknik penguburan seperti ini dapat kalian peroleh di Anyer, Plawangan, serta Rembang.





 



Penguburan Tidak Langsung





Pada penguburan tidak pribadi, jenazah insan yang sudah meninggal ditempatkan di kawasan tertentu selama rentang waktu tertentu, entah di dalam tanah atau dalam peti mati tertentu.





Setelah itu, jenazahnya akan dibersihkan dan dipindahkan ke daerah lain yang telah disediakan oleh komunitasnya.





Tempat tamat dari mayit manusia tersebut akan bergantung pada perbuatan serta posisinya di dalam kehidupan.





Mayat tetua dan pahlawan pastinya akan diletakkan pada tempat yang berbeda dengan penduduk umumatau bahkan penjahat serta orang-orang lain yang dianggap rendah di penduduk .





Konsep ini sesuai dengan iktikad bahwa orang-orang yang meninggal, jiwanya diposisikan di kawasan yang berbeda, sesuai dengan jasa dan posisi insan tersebut.





Teknik penguburan seperti ini dapat ditemukan di daerah Gilimanuk, Flores, Melolo, dan Lesung Batu.





 



Peninggalan Zaman Neolitikum





Kebudayaan zaman kerikil muda ini pastinya meninggalkan banyak peninggalan sejarah.





Selain alasannya adalah alat-alat dan kebudayaannya telah lebih mutakhir, manusia pada zaman ini juga telah hidup menetap, sehingga lebih gampang untuk menemukan pusat-sentra kebudayaannya.





Berikut ini yakni artefak-artefak peninggalan manusia purba yang hidup pada zaman neolitikum









Agar kalian lebih paham tentang artefak-artefak peninggalan ini, akan dibahas secara lebih rinci dibawah ini





Arca





Arca atau Patung Zaman Neolitikum




Arca merupakan sejenis patung yang umumnya berupa hewan atau manusia dan melambangkan ruh-ruh nenek moyang yang menjaga suatu komunitas.





Artefak ini berperan besar dalam mendukung faktor spiritualitas dan keagamaan dalam masyarakat neolitikum.





Arca ini banyak ditemukan di kawasan Pasemah di Sumatera Selatan dan Lembah Bada Lahat di Sulawesi Selatan.





 



Menhir





Menhir




Menhir yaitu suatu kerikil besar tunggal yang tinggi dan berbentuk seperti suatu tiang ataupun tugu.





Artefak ini berfungsi sebagai tanda dan juga objek dalam pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang dalam konsep animisme dan dinamisme pada kala tersebut.





Menhir dapat kalian peroleh di daerah Rembang Jawa Tengah, Lahat Sumatera Selatan, Pasemah Sumatera Selatan, dan Ngada di Flores.





 



Punden Berundak





Punden berundak




Punden berundak merupakan suatu bangunan berteras yang dipakai sebagai tempat pemujaan ruh-ruh nenek moyang.





Benda bersejarah ini memiliki bentuk yang seperti dengan candi, sehingga kerap dianggap sebagai awal mulai dari budaya pembangunan candi di Indonesia.





Punden berundak ini tersebar di aneka macam daerah Indonesia, namun dapat dengan mudah kalian dapatkan di sekitar tempat Kuningan, Lebak Sibedug, dan Leles.





 



Waruga





Waruga




Waruga ialah sejenis kubur kerikil yang berbentuk kubus atau bundar dan yang dibuat dari kerikil utuh yang berukuran besar.





Artefak ini dipakai selaku tempat untuk memakamkan insan pada zaman neolitikum dan megalitikum, sehingga mesti mampu memuat insan remaja didalamnya.





Waruga dapat kalian peroleh di aneka macam tempat di Indonesia, namun objek ini berbagai ditemukan di sekitar Sulawesi Utara dan juga Sulawesi Tengah.





 



Sarkofagus





Sarkofagus




Sarkofagus ialah peti mati yang digunakan untuk menimpan mayit seperti sebuah Waruga. Namun, bentuk dari sarkofagus ialah mirip palung atau lesung yang memanjang.





Artefak ini terbuat dari sepasang batuan utuh yang sudah dibentuk, satu sebagai dasarnya dan satunya selaku epilog dari sarkofagus tersebut.





Umumnya, sarkofagus dapat kalian dapatkan di kawasan Bali dan juga Bondowoso, Jawa Timur.





 



Kubur Batu





Kubur Batu Zaman Neolitikum




Kubur kerikil ialah sejenis peti mati yang dipakai sebagai daerah penyimpanan jenazah yang terbuat dari bahan dasar batu.





Mirip dengan sarkofagus, kubur kerikil ini kerap didapatkan berupa lonjong sehingga jenazah yang dibaringkan didalamnya mempunyai posisi horizontal.





Artefak ini mampu ditemukan di kawasan Cepu, Wonosari, Bali, Cirebon, dan juga Pasemah.





 



Dolmen





Dolmen




Dolmen ialah sejenis meja batu yang dipakai selaku kawasan penempatan sesajen serta lokasi pemujaan terhadap ruh-ruh nenek moyang dalam desain animisme dan dinamisme.





Terkadang, dolmen juga digunakan untuk menutup bab atas dari sarkofagus.





Salah satu dolmen yang cukup populer adalah dolmen yang terletak di daerah Besuki, Jawa Timur yang dikenal selaku dolmen Pandhusa.





Bagaimana? mempesona bukan kehidupan insan pada zaman watu muda atau neolitikum.





Kehidupan manusia pada zaman ini sudah cukup mutakhir dengan teknologi pengolahan batuan yang mumpuni dan terbentuknya struktur sosial sederhana.





Semoga, dengan membaca postingan ini, kalian mendapatkan ilmu baru serta bisa memahami salah satu masa yang sungguh menarik dalam sejarah manusia.





 



Referensi





From Hunters to Settlers: Neolithic Revolution





Brown University: Maritime Archaeology



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon