Monday, August 3, 2020

Pelayaran Hongi: Pemahaman, Latar Belakang, Tujuan, Dan Alhasil


Pelayaran Hongi ialah salah satu seni manajemen Belanda pada abad kolonial untuk memonopoli dan menguasai perdagangan rempah-rempah di kawasan Hindia Belanda.





Seperti yang kita pahami Belanda yaitu salah satu kekuatan barat yang paling usang menjajah Indonesia. Namun, tidak banyak yang tahu mengenai aktivitas pelayaran hongi yang dikerjakan Belanda di Indonesia bagian timur.





Padahal, kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan penting yang mampu mengamankan posisi monopoli Belanda pada jual beli rempah-rempah Asia.





Pada artikel ini, kita akan coba membahas mengenai apa itu sebenarnya pelayaran hongi, latar belakang dan tujuan diterapkannya kebijakan ini, serta pengaruh dari pelayaran ini terhadap rakyat Indonesia dan Belanda.






Apa itu Pelayaran Hongi





Pelayaran hongi yakni suatu ekspedisi pelayaran yang dijalankan pihak Belanda untuk mengendalikan bikinan rempah-rempah di Nusantara. Fokus dari acara pelayaran ini adalah Indonesia bagian Timur, utamanya di daerah Maluku, Ambon, Ternate-Tidore, dan Pulau Seram.





Kebijakan yang kerap disebut sebagai Hongi-Tochten ini berusaha untuk mengendalikan dan meregulasi siapa pun yang mampu menanam dan memasarkan rempah. Hal ini berkhasiat untuk memperkuat monopoli Belanda pada jual beli rempah-rempah.





Karena Indonesia bagian Timur terdiri dari banyak kepulauan-keplulauan kecil, maka kegiatan pengontrolan ini tidak mampu dilaksanakan dari darat, namun mesti melalui laut.





Patroli Kapal Kora-Kora





Kapal Kora Kora yang digunakan dalam Pelayaran Hongi




Pelayaran Hongi dilakukan dengan memakai perahu Kora-Kora yang dilengkapi dengan marinir dan meriam lengkap. Selain itu, satu kapal juga dilengkapi dengan pendayung yang meraih 200 orang untuk menentukan pergerakan di perairan yang cepat.





Kapal ini ditawarkan oleh penguasa-penguasa daerah di Maluku, utamanya dari Ambon yang telah berkerjasama dengan Belanda. Di lain pihak, Belanda memberikan masakan dan suplai bagi para pendayung dan pasukan Hongi ini.





Dengan jumlah pendayung yang banyak serta konstruksi yang kuat, kapal ini bisa melakukan patroli dengan cepat di perairan dangkal bahari Banda.





 



Hak Ekstirpasi Belanda





Ilustrasi Ekstirpasi yang berupa penghancuran perkebunan lokal




Ekstirpasi yaitu pembakaran dan penghancuran flora-tanaman cengkeh dan pala yang ada di kepulauan Maluku untuk menjaga angka bikinan rempah tersebut. Kontrol jumlah produksi ini penting untuk menjaga biar harga rempah tetap tinggi di pasar Internasional.





Kebijakan ekstirpasi ini dapat dikerjakan dengan 2 sistem yakni metode kooperatif dari para penguasa tempat dan sistem paksa dari pihak Belanda dan VoC.





Metode kooperatif ini dijalankan dengan cara membangun perjanjian-kesepakatanjualan dengan para penguasa dan ningrat daerah. Bangsawan tersebut berperan mengontrol pertanian cengkeh dan pala serta menghancurkan pertanian apapun yang tidak mempunyai izin dari Belanda.





Metode paksa juga dikerjakan oleh pihak Belanda dengan cara patroli menggunakan kapal kora-kora yang dilengkapi meriam. Disini, mereka bertujuan untuk mengecek apakah ada petani yang belum patuh terhadap kebijakan Belanda, kalau ada maka lahan petani tersebut akan dibakar dan disita oleh Belanda.





 



Latar Belakang Pelayaran Hongi





Pelayaran Hongi berawal dari keinginan Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-rempah




Seperti yang telah kita ketahui, cengkeh dan pala ialah salah satu rempah dengan nilai jual tertinggi di pasar Eropa. Oleh alasannya adalah itu, Jan Pieterzoon Coen mengantarkan serdadu dari Batavia ke Banda untuk menguasai sentra produksi cengkeh disana.





Akhirnya, sehabis proses politis dan militer yang cukup panjang, VOC berhasil menjalin hubungan jualan dan melebarkan kekuasaannya kepada para sultan-sultan disini.





Saat ini, Belanda telah menjadi satu-satunya monopoli perdagangan rempah di kawasan Maluku. Bahkan, pedagang-pedangang Inggris yang menjajal berdagang di daerah ini dibunuh oleh prajurit VOC.





Namun, pada tahun 1650, sebuah revolusi terjadi di Ternate melawan sultan yang pro-Belanda ialah sultan Mandar Syah.





Gubernur VoC dikala itu Arnold de Vlaming van Outshoorn berhasil menghancurkan perlawanan ini dengan kampanye militer selama 5 tahun. Kampanye militer ini dikenal selaku perang besar Ambon (1651-1656).





Akhirnya, para sultan di Ternate mengakui kekuasaan VoC dan Belanda atas kepulauan maluku. Sekarang, VoC memiliki kekuasaan sarat terhadap jual beli dan produksi rempah-rempah di Maluku.





Kebijakan pertama yang diambil yakni untuk melarang semua perkebunan cengkeh yang terletak diluar Ambon. Oleh alasannya itu, semua perkebunan cengkeh selain yang telah diakui oleh Belanda dibakar dan dihancurkan.





Selain itu, kesepakatanpun dibuat antara VOC dengan sultan Ternate yang oke untuk menghancurkan perkebunan-perkebunan cengkeh di wilayahnya dengan imbal balik dari VOC berupa santunan serta pembayaran tahunan dari Belanda.





Sekarang, buatan cengkeh sepenuhnya berada pada masyarakatdesa Ambon yang harus menjual kepada VOC melewati para tetua desa dan aristokrat lokal.





Untuk memperkuat posisi monopoli ini, Belanda melakukan patroli rutin yang kerap disebut sebagai Hongi-Tochten atau pelayaran Hongi. Kata Hongi sendiri berasal dari bahasa ternate yang artinya ialah armada.





Tujuan utama dari pelayaran-pelayaran ini yaitu untuk memperkuat posisi monopoli Belanda di Maluku dan menghalangi pedagang-pedagang lain untuk mengakses cengkeh dan pala yang ada di kepulauan tersebut.





 



Tujuan Diberlakukannya Pelayaran Hongi





Brown Sailing Boat on the Sea during Sunset




Seperti yang telah diterangkan diatas, tujuan utama dari pelayaran hongi yakni untuk mengukuhkan monopoli rempah yang dimiliki oleh Belanda. Monopoli ini meliputi hak bikinan, hak membeli, dan hak memasarkan yang murni dimiliki oleh Belanda.





Jika kita pecah menjadi beberapa poin, maka argumentasi Belanda menerapkan kebijakan ini antara lain adalah





  • Memonopoli jual beli rempah-rempah di Asia Tenggara yang pusat produksinya ialah di Maluku
  • Menjaga dan mengawasi siapa saja yang boleh menanam tumbuhan rempah di Maluku serta apakah mereka telah memiliki izin menanam dari Belanda
  • Mengontrol dengan ketat jumlah rempah yang dibuat oleh para petani pribumi
  • Mengawasi jalur jual beli rempah di Maluku dan Indonesia bagian Timur. Hal ini penting alasannya terdapat pedagang Spanyol, Inggris, dan Portugis yang beroperasi juga di kawasan ini. Kebijakan VOC dikala itu adalah, hanya mereka yang mampu berbelanja rempah yang dibuat di maluku
  • Menertibkan para petani biar melaksanakan praktik penanaman dan pemasaran rempah yang sesuai dengan kebijakan Belanda




Secara umum, semuanya bertujuan untuk menjaga monopoli perdagangan rempah-rempah yang dimiliki Belanda dan VoC di wilayah Hindia Belanda.





Tujuan tujuan ini secara lazim sukses tercapai. Saat itu, tidak ada lagi kekuatan barat yang mampu menguasai jual beli cengkeh dan pala di Indonesia. Selain itu, pedagang-pedagang Inggris dan Spanyol juga sukses dihalau oleh pasukan VOC dengan pelayaran Hongi ini.





 



Akibat dari Pelayaran Hongi





Bestand:The East Indiaman General Goddard capturing Dutch East Indiamen, June 1795, by Thomas Luny.jpg




Secara umum, pelayaran Hongi memiliki pengaruh yang bermacam-macam, baik bagi penduduk Indonesia maupun bagi Belanda dan VoC. Disini, kita akan mencoba membicarakan akibat ini dari 2 sudut pandang yang berlainan.





Dampak Pelayaran Hongi Terhadap Penduduk Indonesia





Pelayaran Hongi mempunyai efek yang kebanyakan negatif bagi masyarakatMaluku pada ketika itu. Hal ini terjadi karena mereka tidak dapat dengan bebas menanam tanaman cengkeh dan pala yang menjadi komoditas unggulan.





Selain itu, mereka juga harus tunduk terhadap kebijakan-kebijakan jual beli Belanda yang ditetapkan secara searah. Banyak lahan-lahan petani cengkeh yang dihancurkan untuk mempertahankan semoga tidak terjadi kelebihan produksi rempah-rempah ini di pasar Internasional.





Selain itu, aktivitas ini juga membuat Belanda semakin berkuasa di Indonesia sebab mereka semakin kaya dan mempunyai banyak sumber daya. Oleh alasannya adalah itu, akan lebih sukar untuk melawan penjajahan Belanda kedepannya.





Meskipun begitu, terdapat pula imbas faktual dari kebijakan ini terhadap masyarakatMaluku yakni hadirnya rasa solidaritas dan semangat melawan penjajahan. Hal ini terjadi alasannya masyarakat merasakan penderitaan dari kebijakan-kebijakan Belanda yang satu arah dan menekan.





Selain itu, masyarakat dan penguasa kawasan Maluku juga kian terbuka terhadap jual beli Internasional antar negara yang sedang berkembang ketika itu. Meskipun begitu, mereka tetap tidak dapat melakukan apapun untuk memanfaatkan perdagangan tersebut.





 



Dampak Pelayaran Hongi Terhadap Belanda dan VoC





Kebijakan Hongi Tochten memiliki imbas yang sungguh konkret terhadap perekonomian Belanda dan kondisi keuangan dari Veerenigde Oost Indische Compagnie (VoC).





Hal ini terjadi karena Belanda mampu menguasai perdagangan rempah-rempah, terutama cengkeh dan pala yang hanya mampu ditemukan di Maluku.





Keuntungan dari monopoli cengkeh dan pala ini bisa mendorong pertumbuhan ekonomi Belanda sehingga menjadi salah satu negara paling kaya di zamannya.





Oleh alasannya itu, kebijakan ini berhasil dalam mewujudkan tujuan Belanda untuk mengeruk laba sebesar-besarnya dari tempat jajahannya di Hindia Belanda.





Dengan adanya dorongan keuntungan ini, VoC juga mampu untuk menyewa lebih banyak prajurit kolonial. Tentara-serdadu ini nantinya akan diperintahkan untuk menjaga dan memperluas wilayah jajahannya di Hindia Belanda.





 



Referensi





Hongi-Tochten – DeVOCsite



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon