Wednesday, August 5, 2020

Tanam Paksa: Latar Belakang, Aturan, Dan Alhasil


Tanam paksa atau kerap diketahui sebagai cultuurstelsel yaitu salah satu kebijakan kolonial Belanda yang memiliki imbas sungguh besar pada bangsa Indonesia.





Kebijakan ini mempengaruhi teladan pertanian, penghidupan, dan struktur ekonomi di kota-kota Indonesia pada awal kemerdekaan. Selain itu, kebijakan ini juga berdampak besar pada kemakmuran penduduk Indonesia dan negara Belanda.





Pada postingan kali ini, kita akan belajar perihal apa bekerjsama tanam paksa, apa yang melatarbelakangi diterapkannya metode tanam paksa, tujuan penerapannya, aturan yang ada, pengaruh, serta berakhirnya sistem ini.






Pengertian Sistem Tanam Paksa





Tanam paksa ialah suatu kebijakan yang memaksa penduduk Hindia Belanda untuk menanam flora komoditas ekspor. Tanaman-flora ini lalu harus dijual ke Belanda dengan harga tertentu, dilarang ke pihak lain.





Penduduk desa yang tidak mempunyai lahan mesti berkerja di kebun-kebun milik pemerintah Belanda ataupun tuan tanah yang lain. Penduduk ini diperlakukan bagaikan buruh murah dengan keadaan kerja yang tidak baik.





Dengan produksi komoditas ekspor yang tinggi ini, pemerintah Belanda berharap dapat menjualnya di pasar Eropa dengan harga yang tinggi.





Program ini bermaksud untuk menciptakan uang bagi negara Belanda demi mendukung kolonialisme di Hindia Belanda dan kemakmuran masyarakatnya. Dengan uang yang banyak ini, pemerintah Belanda mampu mengeluarkan uang hutangnya, membangun infrastruktur, dan memperluas kerajaan kolonialnya.





 



Latar Belakang Diterapkannya Sistem Tanam Paksa





Perang Belanda dengan Pangeran Diponegoro adalah salah satu penyebab kebijakan Tanam Paksa




Secara lazim, latar belakang diterapkannya tanam paksa oleh Belanda di Indonesia ialah alasannya negara tersebut memerlukan uang untuk membayar hutang biar terhindar dari kebangkrutan. Hutang Belanda yang sungguh tinggi ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain





  • Revolusi dan Pecahnya kawasan Belgia dari Kerajaan Belanda
  • Perseteruan Kolonial Belanda dengan Inggris Raya, Spanyol, serta Portugal
  • Pemberontakan pejuang kemerdekaan Indonesia yang banyak di berbagai wilayah Nusantara
  • Perang dengan Diponegoro yang menghabiskan kas negara sehingga Belanda terpaksa berhutang
  • Praktik perdagangan dan monopoli rempah serta kopi di Nusantara tidak menciptakan lumayan banyak uang untuk Belanda




Faktor-faktor tersebut turut berperan besar dalam merusak perekonomian Belanda. Negara yang awalnya menguasai perdagangan Asia, menjadi salah satu pusat perdagangan Eropa, dan memiliki metode ekonomi yang sangat stabil ini terlilit hutang yang sangat besar.





Saat itu, kas Belanda tidak cukup untuk mempertahankan kawasan jajahannya di Indonesia dan kawasan Karibia yang sungguh terpencar. Selain itu, negara ini juga tidak mampu menyisakan dana untuk pembangunan kembali sesudah perang.





Kurangnya kas ini disebabkan oleh revolusi Belgia dimana mereka mengharapkan kemerdekaan dari Belanda. Pemberontak Belgia yang didukung oleh tentara Prancis sukses mengalahkan Belanda dan diakui selaku negara merdeka oleh negara-negara Eropa. Akhirnya, Belanda mengaku kalah dan juga meratifikasi kemerdekaan Belgia lewat kontrakLondon.





Selain itu, Belanda juga banyak berjuang di kawasan jajahannya melawan pemberontak. Terutama, pemberontakan yang diprakarsai oleh Pangeran Diponegoro.





Negara ini mesti mengeluarkan banyak duit untuk mengeluarkan uang serdadu bayaran, menyewa pasukan setempat, serta membayar raja-raja lokal guna mengurangi pemberontakan.





Kerajaan kolonial Belanda yang sebaiknya menghasilkan banyak duit, sesuai dengan semboyan gold, glory, gospel justru menghabiskan banyak uang. Padahal, Indonesia sangat kaya akan Sumber Daya Alam, baik hayati maupun non-hayati.





Oleh alasannya itu, diharapkan sumber penghasilan yang dapat secara cepat menciptakan duit dan menawarkan pemasukan bagi negara Belanda.





Awal Diberlakukannya Tanam Paksa di Indonesia





Pencetus kebijakan tanam paksa adalah Johanes Van den Bosch, gubernur jendral Hindia Belanda saat itu
Ilustrasi Pusat Administrasi Hindia Belanda (Tropenmuseum.nl)




Pencetus dari kebijakan Tanam Paksa ini yakni Gubernur Jendral untuk daerah Hindia Belanda dikala itu adalah Johanes Van den Bosch. Pada tahun 1830, Van den Bosch memutuskan kebijakan Cultuurstelsel atau yang kini kita kenal selaku tanam paksa.





Kita sudah tahu bahwa saat itu, keadaan keuangan Belanda sedang tidak baik-baik saja. Oleh alasannya itu, dibutuhkan suatu cara untuk mendorong pemasukan negara.





Salah satu cara yang terpikirkan oleh pihak Belanda adalah dengan menjual komoditas ekspor yang dibuat oleh kawasan jajahannya di Hindia Belanda. Untuk memajukan laba, maka masyarakatHindia Belanda akan dipaksa untuk menanam tanaman-tumbuhan ini.





Nantinya, hasil tanam paksa ini akan dibeli secara paksa oleh Belanda dan dijual kembali di sentra-sentra jual beli Eropa. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang terbesar dari acara perdagangan rempah dan komoditas unggulan lainnya.





 



Tujuan Dibentuknya Sistem Tanam Paksa





Secara lazim, tujuan utama dari diberlakukannya sistem tanam paksa oleh Belanda di Indonesia ialah untuk mengisi kas negara Belanda. Secara rincian, berikut ini ialah beberapa tujuan-tujuan dibentuknya tata cara tanam paksa ini di Indonesia





  • Mengisi kas negara Belanda yang kosong
  • Membangun kembali infrastruktur di Belanda yang hancur sebab pertempuran
  • Menggalang dana untuk memperkuat serdadu dan pemerintahan kolonial di Hindia Belanda dan Karibia
  • Membayar hutang-hutang yang dimiliki Belanda sebab mesti melawan pemberontakan para pejuang kemerdekaan Indonesia




Dapat kita tarik kesimpulan bahwa ketika itu, Belanda sedang diambang kebangkrutan sebab tertimpa banyak kemalangan yang bertubi-tubi. Untuk menghindari kebangkrutan, negara ini memaksa Indonesia selaku salah satu tempat jajahannya untuk berkerja keras mengeluarkan uang hutangnya.





Hal ini dilaksanakan dengan cara memaksa rakyat Indonesia untuk menanam rempah dan komoditas ekspor yang lain. Kemudian, komoditas ini akan dikuasai oleh Belanda dengan skema monopoli, sehingga cuma mereka yang mampu membeli dan menjual kembali ke pasar Eropa.





 



Aturan-Aturan Tanam Paksa





Sistem Cultuurstelsel memiliki beberapa aturan dasar
Ilustrasi Sistem Cultuurstelsel (Tropenmuseum.nl)




Dalam menjalankan kebijakan tanam paksa di Indonesia, terdapat beberapa aturan dasar yang mengontrol keberjalanan kebijakan ini.





Aturan dasar tanam paksa terdapat dalam Staatblad (lembaran negara) tahun 1834 No. 22 yang disahkan beberapa tahun sehabis tanam paksa dilaksanakan. Terdapat beberapa aturan dalam lembaran tersebut yang antara lain yaitu





  1. Persetujuan-kesepakatan akan diadakan dengan penduduk semoga mereka menawarkan sebagian dari tanahnya untuk penanaman flora ekspor yang mampu dijual dipasaran Eropa.
  2. Tanah pertanian yang ditawarkan penduduk, dilarang melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.
  3. Pekerjaan yang diharapkan untuk menanam tumbuhan tersebut dihentikan melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
  4. Tanah yang ditawarkan masyarakattersebut bebas dari pajak tanah.
  5. Hasil dari tumbuhan tersebut diserahkan terhadap pemerintah Hindia Belanda; Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, maka keunggulan itu diberikan kepada penduduk.
  6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan petani, akan menjadi tanggungan pemerintah
  7. Bagi yang tidak mempunyai tanah, akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik  pemerintah selama 65 hari setiap tahun.




Secara biasa , bila kita amati, peraturan-peraturan ini tidak terlihat terlalu memberatkan dan merugikan bagi rakyat Hindia Belanda.





Kita dapat melihat bahwa tanah yang disediakan tidak lebih dari seperlima tanah milik penduduk desa. Artinya, para petani masih mampu bercocok tanam mirip wajar alasannya adalah hanya 1/5 lahannya yang digunakan untuk tanam paksa.





Selain itu, kegagalan panen juga akan ditanggung oleh pemerintah sehingga mengurangi beban petani. Penduduk yang tidak memiliki tanah juga akan dipekerjakan dalam perkebunan Belanda, sehingga membuka lapangan kerja bagi yang sedang menganggur.





Tanah-tanah yang dialokasikan untuk Cultuurstelsel juga dibebaskan dari pajak tanah. Sehingga, meminimalkan beban yang perlu ditanggung oleh para petani. Namun, realita penerapan tanam paksa di Indonesia dikala itu tidak seindah peraturan-peraturan ini.





Penyimpangan-Penyimpangan Aturan Tanam Paksa





Banyak penyimpangan dalam aturan tanam paksa




Seperti yang telah kita nyatakan diatas, terdapat banyak penyimpangan dan pelanggaran yang dijalankan oleh Belanda dalam menerapkan kebijakan tanam paksa di Indonesia.





Hal ini lazimnya didorong oleh keinginan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dari penduduk Indonesia dikala itu. Beberapa pelanggaran dan penyimpangan yang dilakukan kepada aturan tanam paksa antara lain ialah





  • Perjanjian Cultuurstelsel seharusnya dilakukan dengan suka rela akan namun dalam pelaksanaannya dijalankan dengan cara-cara paksaan.
  • Luas tanah yang ditawarkan penduduk lebih dari seperlima tanah mereka. Seringkali tanah tersebut satu per tiga bahkan semua tanah desa dipakai untuk tanam paksa.
  • Pengerjaan tumbuhan-flora ekspor terkadang jauh melampaui pembuatan flora padi. Sehingga tanah pertanian mereka sendiri terbengkalai dan tidak mampu hidup subsisten
  • Pajak tanah masih dikenakan pada tanah yang digunakan untuk proyek tanam paksa.
  • Kelebihan hasil panen setelah dipertimbangkan dengan pajak tidak dikembalikan terhadap petani.
  • Kegagalan panen justru menjadi tanggung jawab petani dan Belanda berlepas tangan
  • Buruh yang semestinya dibayar oleh pemerintah dijadikan tenaga kerja paksaan.




Berdasarkan penjabaran penyimpangan-penyimpangan peraturan diatas, kita mampu menarik kesimpulan bahwa terdapat praktik kecurangan dari pemerintah kolonial Belanda.





Kebijakan yang semestinya tidak terlampau memberatkan Indonesia justru menjadi sangat memberatkan. Aspek-aspek yang sengaja didesain untuk mengurangi risiko dan beban para petani, justru dilanggar dan dihilangkan.





Banyak pendapat mengenai kenapa pelanggaran-pelanggaran ini mampu terjadi. Namun, prasangka khususnya yakni sebab korupsi pejabat kolonial serta keinginan untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber daya alam.





 



Dampak Sistem Tanam Paksa





Sistem tanam paksa memiliki banyak dampak negatif terhadap rakyat Indonesia
Ilustrasi Tanam Paksa Karet (Tropenmuseum.nl)




Secara lazim, kita dapat menggolongkan efek dari tata cara tanam paksa ini kedalam dua kubu. Yang pertama adalah efek metode tanam paksa kepada penduduk Indonesia (atau dikala itu Hindia Belanda). Sedangkan yang kedua yaitu efek tanam paksa kepada negara Belanda.





Dampak Tanam Paksa Terhadap Indonesia





Kebijakan Tanam Paksa memiliki beberapa pengaruh bagi rakyat Indonesia yang cukup mendasar dan masih terasa hingga sekarang. Kita mampu membagi 2 pengaruh yang terasa dari Cultuurstelsel ini yakni pengaruh konkret dan pengaruh negatif.





Dampak Negatif Tanam Paksa Terhadap Indonesia





Beberapa pengaruh negatif dari tanam paksa yang dinikmati oleh rakyat Indonesia dan nantinya negara Indonesia antara lain yaitu





  • Meningkatnya tingkat kemiskinan sebab terjadi kerja paksa, pembelian komoditas pada harga yang sangat murah, dan beban pajak yang tinggi
  • Menyebabkan penderitaan fisik dan mental yang berkepanjangan
  • Mengurangi produktivitas dan luas lahan yang dipakai untuk tanaman padi, penghasil masakan bagi masyarakat sekitar
  • Angka ajal yang tinggi disebabkan oleh kelaparan dan keadaan hidup yang kurang baik
  • Jumlah masyarakatIndonesia yang selalu menurun
  • Lunturnya semangat tolong-menolong yang digantikan dengan semangat mencari upah dan mendapatkan bayaran/kompensasi




Dapat kita tarik kesimpulan bahwa berbagai kerugian yang disebabkan oleh kebijakan tanam paksa ini.





Bahkan, banyak imbas yang masih terasa sampai ketika ini, terutama yang berhubungan dengan struktur demografi dan aspek kependudukan yang lain.





 



Dampak Positif Tanam Paksa Terhadap Indonesia





Meskipun begitu, terdapat pula efek-pengaruh konkret dari kebijakan tanam paksa kepada penduduk Indonesia. Dampak-efek nyata tersebut antara lain yakni





  • Rakyat Indonesia, terutama kalangan elit mulai mengenal acara ekonomi pasar, bukan hanya subsisten
  • Rakyat Indonesia mengenal tanaman-tanaman serta teknik menanam tumbuhan yang baru. Hal ini relatif penting karena flora yang diperkenalkan yaitu tanaman mahal yang berorientasi ekspor




Dampak-dampak faktual ini pastinya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan pengaruh negatif yang dirasakan oleh bangsa Indonesia. Oleh alasannya adalah itu, mampu dianggap bahwa tanam paksa justru menyengsarakan dan tidak mempunyai efek kasatmata bagi bangsa Indonesia.





 



Dampak Tanam Paksa Terhadap Belanda





Golongan Intelektual belanda dan rakyat Indonesia yang berkuliah di belanda menolak tanam paksa




Sama mirip Indonesia, kebijakan Tanam Paksa memiliki beberapa efek bagi pemerintah Belanda yang sangat penting. Secara umum, nyaris semua dampak dari tanam paksa kepada Belanda yaitu imbas kasatmata





Dampak Positif Tanam Paksa Terhadap Belanda





Beberapa dampak aktual dari tanam paksa yang dirasakan oleh pemerintah Belanda antara lain ialah





  • Meningkatnya hasil flora ekspor dari kawasan jajahan yang dapat dijual Belanda di pasaran Eropa
  • Perusahaan pelayaran Belanda mendapat keuntungan yang sangat besar dari monopoli jual beli hasil tanam paksa
  • Pabrik-pabrik gula yang semula diusahakan oleh kaum swasta terutama Cina di ambil alih dan juga dikembangkan oleh usahawan Belanda karena keuntungannya besar.
  • Belanda mampu mengisi kembali kas negaranya serta membayar hutang-hutang perang nya
  • Belanda bisa membangun ulang infrastruktur negaranya yang terdampak perang Napoleonik




Artinya, kebijakan ini berhasil memenuhi tujuan permulaan dilaksanakannya tanam paksa, ialah untuk mendorong perkembangan ekonomi Belanda, mengisi kas negara, serta melunasi hutang-hutang negaranya.





Namun, kegiatan eksploitasi Belanda di negara jajahannya tidak lepas dari penghakiman negara-negara lain maupun kaum intelektual negaranya sendiri. Banyak sekali kritik yang dilayangkan oleh para pemikir Belanda serta masyarakat Indonesia intelektual yang berkuliah di belanda.





Reaksi-reaksi negatif ini mendesak pemerintah Belanda untuk berangsur-angsur mengurangi acara eksploitasi melalui tanam paksa. Hal ini di kemudian hari akan diganti dengan ekonomi etis dan metode politik ekonomi liberal kolonial.





Titik puncak berakhirnya tata cara tanam paksa di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya undang-undang pokok Agraria (Agrarische Wet) Tahun 1870.





 



Referensi





Serba-Serbi Tanam Paksa – ISTORIA Jurnal Sejarah, Zulkarnain





Tanam Paksa Sebagai Tindakan Eksploitasi – UNESA, Mifta Hermawati





Tropenmuseum Library of World Cultures



Sumber ty.com


EmoticonEmoticon