Dwikora ialah salah satu aba-aba presiden Soekarno terhadap rakyat Indonesia serta pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan serta kestabilan daerah Indonesia.
Satu tahun setelah penyerahan Irian Barat terhadap Indonesia oleh UNTEA, Indonesia kembali menghadapi konfrontasi. Kali ini konfrontasi tersebut berasal dari Malaysia.
Saat itu, intinya keadaan sedang memanas karena Presiden Soekarno sedang dipengaruhi oleh PKI. Akibat dari konflik inilah yang lalu menimbulkan hadirnya DWIKORA.
Dalam kondisi ini, Presiden Soekarno menganggap bahwa pembentukan Federasi Malaysia adalah proyek yang disusun atas dasar neo-kolonialisme Inggris.
Hal ini dianggap dapat mengusik kedaulatan Indonesia. Karena itulah dwi komando rakyat dibentuk untuk mencegahnya.
Daftar Isi
Pengertian Operasi DWIKORA
DWIKORA atau dwi komando rakyat adalah komando dari Presiden Soekarno yang dijalankan selaku bentuk konfrontasi terhadap Malaysia.
Pada ketika itu, Malaysia hendak menciptakan Federasi Malaysia dengan menggabungkan wilayah Singapura, Brunei, Serawak, Malaya dan Sabah yang terletak di Kalimantan Utara.
Konfrontasi bersenjata terus dijalankan antara kedua negara, sampai Presiden Soekarno menyerukan dwi komando rakyat.
Operasi-operasi militer terus dikerjakan oleh Indonesia ke daerah Kalimantan Utara. Indonesia sendiri tidak menilai ini untuk melawan masyarakat Malaysia.
Dalam komunitas Internasional dan Malaysia, kejadian ini dikenal selaku Malayan Emergency dimana pasukan Khusus Indonesia melaksanakan misi-misi penyelundupan, intelijen, dan sabotasi di daerah Kalimantan Utara dan perbatasan Malaysia.
Latar Belakang Operasi DWIKORA
Komando yang diserukan oleh Presiden Soekarno yang diketahui dengan dwi komando rakyat atau DWIKORA ini terjadi sebab beliau cemas pengerjaan negara Malaya ialah tindak Imperialisme dan penjajahan neokolonialisme.
Padahal, dalam Pancasila, kita dimandatkan untuk melawan segala tindak imperialisme dan neokolonialisme serta mempertahankan perdamaian di sekitar Indonesia.
Latar belakang hadirnya komando dari Presiden Soekarno ini antara lain adalah
- Pembentukan federasi Malaysia
- Pelanggaran kesepakatan Manila
Agar kalian lebih paham, akan dijelaskan secara lebih rinci kedua argumentasi tersebut dibawah ini
Pembentukan Federasi Malaysia
Sebagaimana yang telah sedikit disinggung sebelumnya, komando DWIKORA ini dilatarbelakangi khususnya oleh rencana pembentukan Federasi Malaysia.
Pembentukan federasi ini dijalankan dengan menggabungkan daerah Brunei, Singapura, Malaya, Sarawak dan Sabah yang berada di Kalimantan Utara.
Rencana ini turut disokong oleh Inggris, yang era itu memikirkan semoga Inggris tetap bisa menjaga kepentingan akan pangkalan militernya yang ada di Singapura.
Persetujuan dari Inggris ini juga dikerjakan untuk menjaga modal yang dimiliki di Kalimantan Utara.
Pelanggaran atas Persetujuan Manila
Latar belakang berikutnya yang menyebabkan memanasnya korelasi antara Indonesia-Malaysia sampai munculnya DWIKORA yaitu pelanggaran atas Persetujuan Manila yang dijalankan oleh 3 negara, tergolong Malaysia, Indonesia dan Filipina.
Dalam persetujuan tersebut terdapat beberapa poin penting. Salah satunya adalah poin yang menyatakan bahwa Indonesia dan Filipina akan menyambut baik federasi tersebut asalkan juga menerima pemberian dari rakyat di Kalimantan Utara.
Selain itu, sumbangan ini juga harus merupakan hasil pengusutan yang dilaksanakan oleh pihak yang tidak memihak, dalam hal ini, pihak yang dimaksud yaitu Sekjen PBB.
Perjanjian tersebut dilanggar dengan adanya pengumuman proklamasi dari Kuala Lumpur dan London atas Negara Malaysia di tahun 1963.
Kedua pihak tersebut tetap bertekad membentuk federasi Malaysia, apapun hasil penyelidikannya. Hal tersebut tentu saja ditentang dengan keras oleh Filipina dan Indonesia.
Melihat hal ini, Soekarno bertekad untuk menggagalkan rencana pembuatan federasi Malaysia tersebut.
Terlebih lagi, federasi malaysia ini juga merupakan sebuah bahaya besar di batas utara negara Indonesia dimana Inggris dan negara-negara yang lain tergolong Belanda mampu menempatkan pasukannya.
Tujuan DWIKORA
Dari klarifikasi perihal latar belakang dan isinya bisa diketahui apa tujuan pembentukan DWIKORA ini.
Komando yang diberi nama dwi komando rakyat ini dibentuk dengan tujuan utama untuk menggagalkan pembentukan negara Boneka Inggris. Negara boneka yang dimaksud adalah federasi Malaysia yang terdiri atas beberapa kawasan yang berada di tempat Pulau Kalimantan.
Tujuan kedua dibentuknya komando ini ialah untuk mempertahankan kedaulatan negara Republik Indonesia.
Pulau Kalimantan yang sejatinya masih menjadi bagian dari Negara Indonesia ini memang terdapat beberapa negara. Namun bila federasi tersebut terbentuk, maka kedaulatan Negara Indonesia pun akan ikut terusik.
Dua tujuan inilah yang mendasari Dwi Komando Rakyat serta operasi-operasi militer yang mau menyertainya.
Isi Komando DWIKORA
Dwi komando rakyat diserukan oleh Presiden Soekarno di tengah situasi yang memanas antara Malaysia, Indonesia dan Filipina. Komando tersebut tepatnya diserukan pada tanggal 3 Mei 1964.
Isi DWIKORA tersebut yaitu selaku berikut.
- Perhebat ketahanan atas revolusi di Indonesia.
- Bantu usaha para revolusioner yang dikerjakan rakyat Malaya, Sabah, Singapura, Brunei dan Serawak guna membubarkan negara boneka.
Itulah isi dari Dwi komando rakyat yang diserukan oleh Presiden Soekarno saat hubungan ketiga negara tersebut sedang memanas.
Presiden Soekarno sendiri menekankan bahwa komando ini bukanlah untuk melawan rakyat Malaysia, namun untuk melawan aktivitas neokolonialisme dan imperialisme Inggris Raya.
Operasi Militer Dwikora
Perintah Presiden Soekarno untuk menyerang Malaysia pun ditindaklanjuti oleh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan menggelar operasi-operasi militer di sepanjang perbatasan Kalimantan dengan Sabah dan Sarawak pada tahun 1964.
Perang yang terjadi yaitu perang bayangan dan proxy war dimana tidak ada pasukan yang secara resmi dikirim.
Hal ini memiliki kegunaan untuk menghindari suasana politik yang semakin memanas. Selain itu, Indonesia tidak secara resmi menyatakan perang dengan malaysia pada dikala itu.
ABRI mengirimkan tentara-serdadu gerilyawan yang bermaksud menolong Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) dalam melawan prajurit Malaysia dan Inggris.
Meskipun berupa gerilyawan, anggota-anggota yang diantarkan yaitu pasukan elit ABRI yang meliputi RPKAD dari Angkatan Darat serta Pasukan Gerak Tjepat dari Angkatan Udara.
Ketika mereka diantarke Kalimantan Utara, mereka mengenakan pakaian sipil dan berperang dengan identitas selaku pasukan TNKU.
Hal ini bermaksud untuk menghapus jejak keterlibatan Indonesia dalam perlawanan ini dan menciptakan Indonesia lebih kondusif secara politik luar negri.
Malaysia yang kian terdesak pun meminta tunjangan Inggris selaku negara sekutunya.
Melihat keadaan yang kian genting di Kalimantan, Inggris pun mengirimkan pasukan Special Air Service dan Special Boat Service, pasukan khusus Inggris yang sungguh terkenal di seluruh dunia alasannya adalah kesanggupan dan keterampilannya.
Mereka pun mengirimkan pasukan Gurkha untuk menolong pertahanan pos-pos militer Malaysia.
Hanya SAS dan SBS lah yang mampu membendung pasukan khusus Indonesia dari RPKAD dan PGT yang tergabung dalam TNKU.
Karena sama-sama jago, kedua pasukan ini tidak bisa mengalahkan secara telak pihak lawannya. Terkadang, pasukan Inggris menang, namun kadang-kadang, pasukan TNKU yang justru menghantam mundur mereka.
Pada tanggal 2 September 1964, tiga pesawat kargo Hercules melayang membawa 100 orang pasukan PGT, 10 gerilyawan China-Melayu, dan dua orang penerjemah.
Pesawat-pesawat ini bermaksud untuk menerjunkan pasukan PGT tepat di dalam hutan belantara Kalimantan.
Pasukan tersebut dipimpin oleh Komandan Resimen Letkol Sugiri Sukani yang telah berpengalaman sebagai penerjun di hutan belantara dikala operasi Trikora di Irian.
Sayangnya, salah satu Hercules jatuh ke maritim sebelum berhasil menerjunkan pasukan.
Akibatnya yakni 40 orang gerilyawan bareng dengan Letkol Sugiri dan Letnan 1 Suroso tewas.
Melihat bahwa perang Gerilya ini merugikan kedua negara dan menghabiskan banyak sekali ongkos, Indonesia dan Malaysia mulai memikirkan jalur perdamaian.
Terlebih lagi, pada ketika itu perekonomian Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Indonesia Keluar dari PBB
Usaha rekonsiliasi antara Indonesia dengan Malaysia ternyata tidak berjalan mirip yang dibutuhkan.
Justru, situasi menjadi makin memanas sehabis tersiar kabar bahwa terdapat perjuangan-perjuangan untuk menjadikan Malaysia selaku anggota tidak tetap dari dewan keselamatan PBB.
Presiden Soekarno menanggapi hal itu dalam pidatonya pada tanggal 31 Desember 1946
Oleh Karenanya, jikalau PBB sekarang, PBB yang belum diubah, yang tidak lagi mencerminkan kondisi kini, jika PBB mendapatkan Malaysia menjadi anggota Dewan Keamanan, kita, Indonesia, akan keluar, kita akan meninggalkan PBB kini
Pada 31 Desember 1964, wakil tetap Indonesia di PBB menyampaikan isi pidato presiden kepada sekretaris Jendral PBB agar organisasi tersebut berusaha untuk menjaga Indonesia supaya tetap bergabung dalam PBB.
Namun, Indonesia tidak berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, sehingga alhasil meninggalkan PBB.
Genap satu minggu sesudah pidato presiden Soekarno, malaysia diterima selaku anggota tidak tetap dewan keselamatan PBB. Merespon hal tersebut, Soekarno meyatakan bahwa
Sekarang sebab ternyata Malaysia diterima menjadi anggota Dewan Keamanan, saya menyatakan, Indonesia keluar dari PBB
Disini, Indonesia tidak hanya abstain dari PBB namun betul-betul keluar dari PBB serta organisasi-organisasi anak PBB seperti UNESCO, UNICEF, dan FAO.
Keluarnya Indonesia dari PBB diberitahukan secara resmi oleh mentri luar negri Dr. Subandrio pada 2 Januari 1965 yang menyebutkan bahwa semenjak tanggal 1 Januari 1965, Indonesia sudah resmi keluar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Sekretaris Jendral PBB, U Thant, dalam suratnya pada tanggal 26 Januari 1965 menyatakan penyesalan atas keputusan yang diambil oleh Indonesia dan menghendaki supaya sebuah hari Indonesia mampu kembali kedalam PBB.
Salah satu wujud dari keseriusan Soekarno ialah dengan menolak santunan ekonomi dari Amerika Serikat pada 25 Maret 1965. Padahal, Indonesia sangat membutuhkan pemberian ekonomi pada ketika itu.
Untuk menjelaskan dan menjaga diplomasi dengan negara-negara lain, Soekarno juga mengirimkan surat kepada beberapa negara untuk menjelaskan argumentasi Indonesia keluar dari PBB.
Setelah keluar dari PBB, Indonesia meningkatkan kesiagaannya dalam berkonfrontasi dengan membentuk Komando Siaga (KOGA) pada tanggal 28 Februari 1965.
Komando ini dipimpin oleh Jendral Soeharto dan bertujuan untuk mengkoordinasikan pasukan ABRI serta sukarelawan di perbatasan.
Setelah insiden G30S PKI, konfrontasi yang terjadi tidak mengendur, bahkan semakin tinggi dengan dibentuknya komando ganyang malaysia (KOGAM).
Berakhirnya Konfrontasi DWIKORA
Politik konfrontasi yang dimulai oleh operasi DWIKORA baru diakhiri pada masa Orde Baru. Politik luar negri ini diganti dengan politik bertetangga dan hidup tenang.
Soeharto menilai bahwa konfrontasi ini tidak usah dilanjutkan sebab tidak berguna bagi bangsa Indonesia.
Isyarat damai makin terang sehabis diselenggarakannya perundingan di Bangkok pada 30 April – 1 Juni 1966 antara Adam Malik dan Narciso Ramos.
Keduanya sepakat untuk menggunakan persetujuanManila tahun 1963 sebagai landasan bareng untuk menyelesaikan konfrontasi dengan Inggris dan Malaysia.
Dalam negosiasi di Bangkok, delegasi RI dan Malaysia setuju bahwa duduk perkara Sabak dan Sarawak tidak menjadi syarat normalisasi relasi kedua negara.
Kedua utusan sepakat bahwa fokus seharusnya ada pada penyelesaian konfrontasi dan pemulihan hubungan.
Kedua utusan juga sepakat untuk kembali kepada persetujuanpersahabatan RI-Malaya tahun 1957 dan perjanjian Manila pada tahun 1963.
Setelah perundingan Bangkok, diadakan banyak konferensi tidak resmi untuk mencari akad dan titik tengah antara 2 negara.
Salah satu konferensi yang terjadi adalah terdapat negosiasi antara Ghazali Syafei dan Mayjen Soeharto di Jakarta pada 10 Juni 1966 yang bermaksud untuk membahas persetujuan Bangkok serta merencanakan pertemuan antara Adam Malik dan Tun Abdul Razak.
Pada 18 Juli 1966, utusan Indonesia kembali bertemu perdana mentri Malaysia untuk menyetujui problem Sabah dan Sarawak.
Disini, Indonesia telah mengakui bahwa Sabah dan Sarawak merupakan wilayah berdaulat dari engara Malaysia dan mengakui pemilu yang telah dijalankan di Malaysia.
Pemulihan korelasi makin baik saat KOGAM menyetujui hasil perundingan Bangkok pada tanggal 30 Juli 1966.
Pemerintah Filipina juga menawarkan akreditasi diplomatik sarat dan mengakui kedaulatan Malaysia pada 3 Juni 1966.
Normalisasi kekerabatan antara Indonesia dan Malaysia dituangkan dalam piagam Agreement to Normalise Relations between Malaysia and the Republic of Indonesia yang ditandatangani oleh Tun Abdul Razak serta Adam Malik pada 11 Agustus 1966 Gedung Departemen Luar Negri RI.
Dengan penandatanganan persetujuan itu, konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia pun sudah berakhir.
Kedua negara setuju untuk membuat pemilihan lazim di Sabah dan Sarawak untuk bergabung atau tidak dengan malaysia serta untuk memulihkan hubungan diplomatik kedua negara.
Pada tanggal 12 Agustus 1966, Menlu Adam Malik mengunjungi Malaysia dan mengabarkan bahwa konfrontasi antara kedua negara telah tamat dan kekerabatan diplomatik sudah dapat dibangun kembali.
Namun, hingga bulan september 1966, masih terjadi kontak senjata antara pasukan Inggris-Malaysia dengan TNKU-Indonesia di kawasan Kalimantan Utara.
Proses diseminasi berita damai ini tidak terlampau cepat sebab pasukan masih berada di dalam hutan dan sangat sulit menghubunginya.
Pada 28 September 1966, Indonesia kembali menjadi anggota PBB dan melaksanakan normalisasi kekerabatan dengan komunitas Internasional.
Sesudah hal ini, kekerabatan Indonesia dan Malaysia makin erat dengan adanya deklarasi Bangkok serta pembentukan organisasi kerjasama Association of South East Asian Nations (ASEAN) pada tanggal 8 Agustus 1967.
Dampak dari Operasi DWIKORA
Tidak mirip pada insiden perebutan Irian Barat yang ada pernyataan tentang perang resmi, insiden yang ialah konfrontasi atas Malaysia ini, tidak ada pernyataan resmi yang mendasarinya.
Karena itu, konfrontasi bersenjata yang terjadi tidak dilaksanakan secara terang-terangan.
Pasukan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak dikirim secara terbuka untuk menggelar operasi di perbatasan antara Kalimantan dengan Serawak dan Sabah.
ABRI cuma mengantargerilyawan yang bertugas membantu Tentara Nasional Kalimantan Utara dalam berperang melawan pemerintah Malaysia.
Meskipun disebut gerilyawan, pasukan yang diantardalam operasi Dwikora ini ialah pasukan-pasukan elite dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Namun, supaya tidak terdeteksi, para gerilyawan ini mengubah seragamnya dengan seragam TKNU. Identitasnya pun dipalsukan bermaksud untuk menutupi keterlibatan Indonesia dalam operasi tersebut.
Sayangnya, perang gerilya ini juga menenteng pengaruh yang cukup besar, baik dari segi ekonomi maupun korban jiwa. Dampak inilah yang kemudian menghentikan peristiwa konfrontasi tersebut.
Apalagi di daerah Indonesia lain juga terjadi peristiwa bersejarah yang lain yang tak kalah mengguncang, adalah terjadinya G-30 S/PKI. Namun, efek yang ditimbulkannya tak mampu disingkirkan, antara lain adalah
- Kerugian Materi
- Korban Jiwa
- Kerugian Diplomatis
Agar kalian lebih paham, ketiga pengaruh tersebut akan diterangkan secara lebih rinci dibawah ini
Kerugian Materi
Perang gerilya yang dikerjakan oleh Indonesia atas Malaysia ini pada kenyataannya menyantap ongkos yang sangat besar.
Biaya besar tersebut tidak hanya dikeluarkan oleh pihak Indonesia saja, namun juga dari pihak Inggris. Inilah kerugian materi yang ialah salah satu dampak dari kejadian DWIKORA ini.
Ditambah lagi, pada dikala itu, tepatnya pada tahun 1965 perekonomian di Indonesia sedang mengalami kejatuhan. Hal inilah yang menjadi usulanlain mengapa kemudian dwi komando rakyat tidak boleh.
Karena, berdasarkan pimpinan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dikala itu, jikalau diteruskan pertentangan ini tidak akan membawa laba bagi Negara Indonesia.
Banyaknya Korban Jiwa yang Berjatuhan
Perang gerilya akhir pertentangan dwi komando rakyat ini pun tak hanya membawa imbas berbentukkerugian bahan saja, namun juga jiwa.
Banyak jiwa yang ikut gugur selama menjadu gerilyawan pertentangan yang terjadi di perbatasan Kalimantan tersebut.
Salah satu peristiwa yang tercatat memakan korban jiwa paling banyak selama pertentangan DWIKORA ialah jatuhnya pesawat Hercules yang memuat dan menerjunkan pasukan PTG ke kawasan Kalimantan.
Naasnya, pesawat Hercules tersebut jatuh ke bahari bahkan sebelum pasukan PTG berhasil diterjunkan.
Akibatnya, 40 orang gerilyawan yang berada di dalam Pesawat Hercules tersebut, bersama dengan Letnan I Udara Suroso dan Letkol Sugiri harus tewas, bahkan sebelum sempat ikut bergerilya.
Korban jiwa ini belum termasuk korban jiwa lain yang juga tewas selama periode konflik antar dua negara ini.
Kerugian Diplomatis
Selain bahan dan juga korban jiwa, Indonesia mendapatkan kerugian diplomatis yang sangat besar sebab pada saat itu, Indonesia terisolasi secara diplomatis.
Politik luar negri Indonesia yang bebas dan aktif tidak mampu berbuat banyak dan menjalin banyak kerja sama alasannya sudah keluar dari PBB serta dicap selaku negara yang agresif.
Terlebih lagi, Indonesia saat itu keadaan ekonominya sedang tidak baik, sehingga memerlukan pemberian internasional.
Karena pertentangan Malaya ini, Indonesia kesusahan untuk menjalin korelasi-hubungan diplomatik secara bersahabat dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Selain itu, dikala itu belum ada organisasi ASEAN yang ialah organisasi koordinasi negara Asia Tenggara. Oleh alasannya itu, Indonesia terisolasi secara diplomatik.
Demikian tadi klarifikasi lengkap wacana salah satu insiden bersejarah yang terjadi di Indonesia, DWIKORA atau dwi komando rakyat.
Peristiwa yang terjadi akibat pertentangan wilayah ini terjadi menurut latar belakang dan dengan tujuan tertentu. Dengan mempelajari peristiwa-peristiwa bersejarah ini, maka insiden serupa dibutuhkan tidak terjadi di era depan.
Sumber ty.com
EmoticonEmoticon