Tuesday, August 4, 2020

Preanger Stelsel: Pemahaman, Tujuan, Dan Risikonya


Preanger Stelsel yakni salah satu kebijakan Belanda yang bertujuan untuk mengeruk laba dari tempat jajahannya di Hindia Belanda. Kebijakan ini dilaksanakan di daerah Periangan dan berkonsentrasi pada budidaya komoditas kopi.





Kebijakan ini ialah salah satu kebijakan awal Belanda yang menjadi cikal bakal dari kebijakan tanam paksa, atau cultuurstelsel yang eksploitatif dan destruktif.






Apa itu Preanger Stelsel





Seperti yang telah disebutkan diatas, preanger stelsel atau sistem preanger yaitu suatu kebijakan yang memandatkan penduduk Paharyangan (priangan/preanger) untuk menanam tumbuhan kopi.





Disini, penduduk lokal dipaksa untuk menanam tanaman kopi dan menyetorkannya ke Belanda melalui aristokrat-darah biru deaerah. Kopi ini lalu akan diperdagangkan di seantero Eropa oleh Belanda.





Belanda tidak secara langsung memaksa para masyarakatdesa untuk menanam dan menyetorkan kopi. Tetapi, mereka mempergunakan darah biru-bangsawan setempat yang tinggal di tempat Paharyangan.





Bangsawan-bangsawan tersebut lalu akan memerintahkan penduduk-penduduk yang tinggal di daerah kekuasaannya untuk menanam dan menyetor kopi terhadap perwakilan Belanda. Setoran kopi ini dianggap sebagai pengganti dari pajak tanah dan pajak lainnya dari para darah biru.





 



Latar Belakang Sistem Preanger Stelsel





Latar Belakang kebijakan Preanger Stelsel
Ilustrasi Pabrik Pengolahan Kopi di Jawa (Tropenmuseum.nl)




Sejarah kopi di Indonesia berawal dikala seorang Jendral Belanda menjinjing bijih kopi dari daerah Malabar, di pesisir India. Van Hoorn, gubernur jendral VoC dikala itu menanam bijih kopi ini di kawasan sekitar Batavia, yang kini kita kenal sebagai Pondok Kopi.





Kemudian, bijih ini tersebar di seantero pulau Jawa, terutama di kawasan Pantai Utara (PANTURA). Namun, tidak banyak kawasan yang berhasil membudidayakan kopi ini.





Salah satu tempat yang cukup sukses membudidayakan kopi ini yaitu kawasan Parahyangan atau dalam bahasa Belanda dikenal sebagai Preanger. Daerah ini meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Subang, Garut, Purwarkata, dan Sumedang.





Diduga, hal ini disebabkan oleh kondisi iklim di kawasan Parahyangan yang relatif masbodoh dan tanah yang relatif subur sebab gunung api purba yang ada di Tangkuban Perahu.





Kebijakan Preanger Stelsel didirikan oleh VoC pada era ke 18, lebih tepatnya sekitar tahun 1720an. Kebijakan ini kemungkinan besar diambil pada kala kepemimpinan gubernur jendral Hendrik Zwardecroon.





 



Tujuan Preanger Stelsel





Secara biasa , preanger stelsel ialah salah satu upaya dari pemerintah Belanda untuk meningkatkan penghasilan dari tempat kolonialnya.





Kita telah mengetahui bahwa setidaknya terdapat 3 tujuan utama sebuah negara melaksanakan kolonialisme, yaitu gold, glory dan gospel. Preanger stelsel ialah salah satu kebijakan Belanda yang diperlukan mampu menyanggupi tujuan pertama yakni gold atau akumulasi kekayaan.





Keuntungan ini didapatkan dari perdagangan komoditas kopi di Eropa oleh para pedagang Belanda. Perlu kita pahami bahwa kopi saat itu ialah salah satu komoditas paling dicari di Eropa dan memiliki harga jual yang sungguh tinggi.





 



Aturan Preanger Stelsel





Aturan-aturan dalam Preanger Stelsel




Seperti yang telah disebutkan diatas, tata cara preanger stelsel menjajal untuk mendorong masyarakat supaya mereka mau menanam kopi. Kopi ini nantinya akan disetor ke pihak Belanda oleh para aristokrat dan tuan tanah lokal di masing-masing daerah Parahyangan.





Dalam keberjalanannya, terdapat beberapa peraturan yang berlaku dalam tata cara Preanger Stelsel. Peraturan tersebut antara lain yaitu





  • Bangsawan dan tuan tanah di daerah Parahyangan wajib menyetor bijih kopi dalam jumlah tertentu kepada pemerintahan Belanda
  • Daerah yang diwajibkan menyetor kopi akan dibebaskan dari pajak kawasan dan pajak-pajak lainnya
  • Tuan tanah dan aristokrat dibebaskan untuk menetapkan pajak ataupun peraturan yang lain kepada masyarakatyang tinggal di tempat kekuasaan mereka




Kita mampu menawan kesimpulan bahwa aturan-hukum ini melimpahkan kekuasaan dan juga kewajiban terhadap para bangsawan dan tuan tanah. Para ningrat ini lalu melimpahkan beban-nya lagi terhadap masyarakat lokal dengan memaksa mereka menanam kopi dan menjualnya ke Belanda.





Penyimpangan Aturan dalam Preanger Stelsel





Namun, seiring dengan berkembangnya laba yang didapatkan dari jual beli kopi, Belanda menjadi makin ketat dalam meregulasi sistem penanaman kopi preanger ini. Bahkan, Belanda kerap melakukan kecurangan-kecurangan usaha demi mendapatkan keuntungan yang lebih besar.





Salah satu penyimpangan dan kecurangan yang paling merugikan para petani adalah penetapan 2 jenis pikul kopi. Pikul sendiri ialah satuan berat kopi yang digunakan oleh Belanda.





Pikul yang harus diserahkan oleh para petani disebut sebagai pikul gunung, sedangkan Belanda cuma membayar sesuai dengan tolok ukur pikul Batavia. Padahal, kalau dikonversi kedalam kilogram, beban pikul gunung dua kali lipat dari pikul Batavia.





Dalih pihak Belanda ialah alasannya adalah kopi mesti dikeringkan apalagi dulu di gudang-gudang pelabuhan Batavia. Oleh alasannya adalah itu, ukurang bebannya pun berbeda. Namun, reaksi dan kebijakan ini justru menyebabkan amarah para petani yang merasa dicurangi oleh Belanda.





 



Akibat Preanger Stelsel





Akibat dari Preanger Stelsel




Secara biasa , kebijakan Preanger Stelsel di tempat Periangan memberikan pengaruh ekonomi dan sosial kepada Belanda serta Indonesia yang cukup tinggi. Dampak tersebut antara lain adalah









Selain akibat-balasan yang telah disebutkan diatas, kebijakan preanger stelsel juga sukses mendorong Belanda menjadi salah satu negara yang memonopoli perdagangan kopi Eropa.





Karena, selain Hindia Belanda, pusat bikinan kopi dunia ialah di India dan pesisir Afrika serta jazirah Arab. Daerah yang sepenuhnya dikuasai oleh suatu negara kolonial hanyalah India dan Hindia Belanda.





 



Perbedaan Preanger Stelsel dan Cultuurstelsel





Secara biasa , terdapat 2 perbedaan fundamental dari kebijakan preanger stelsel dan cultuurstelsel atau tanam paksa yang diterapkan 110 tahun setelahnya. Perbedaan tersebut terletak pada metode yang diterapkan serta pelibatan para darah biru.





Sistem yang dipraktekkan antara preanger stelsel sedikit berbeda dengan cultuurstelsel. Pada preanger stelsel, komoditas yang dibudidayakan hanyalah kopi. Sedangkan, pada cultuurstelsel, komoditas yang dibudidayakan yakni semua jenis komoditas ekspor yang bernilai tinggi.





Hal ini terjadi sebab preanger stelsel hanya diterapkan di kawasan Parahyangan, sedangkan cultuurstelsel dilakukan di seluruh kawasan jajahan Hindia Belanda. Kondisi geografis yang berlainan ini mengakibatkan persebaran tumbuhan dan fauna yang berlainan pula, sehingga komoditas unggulannya pun berbeda.





Perbedaan yang kedua yakni pelibatan para darah biru dan tuan tanah. Pada preanger stelsel, tuan tanah dan darah biru dilibatkan secara langsung untuk memimpin dan menertibkan bikinan komoditas kopi.





Sedangkan, dalam cultuurstelsel para tuan tanah dan bupati tidak diikutsertakan. Disini, semua acara produksi dan penjualan dikelola oleh pejabat kolonial Belanda.







Sumber ty.com


EmoticonEmoticon